Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rahasia Sukses: Dari Obrolan Kantin Sederhana, Menaklukkan Scopus, Kehilangan dan Raih Gelar Doktor Cum Laude!

Inilah Kisah Nyata tentang Kekuatan Azzam yang Mengubah Keraguan Menjadi Keajaiban Akademik

Sepuluh tahun yang lalu, aroma teh hangat dan makanan sederhana memenuhi sudut kantin sebuah pondok pesantren besar di Kediri. Tiga guru muda, di sela waktu istirahat mengajar, sedang merangkai mimpi. Salah satunya, dengan mata berbinar penuh tekad, mengucapkan sebuah janji yang sederhana namun monumental: “Insyaallah, sebelum usia 40, saya akan meraih gelar S3.”


Kalimat itu bukan sekadar obrolan ringan, melainkan sebuah azzam—tekad kuat yang tak tergoyahkan—yang tertanam di hati. Mereka mungkin tidak sadar, bahwa percakapan sederhana di kantin itu adalah cikal bakal dari sebuah perjalanan epik yang penuh liku, pengorbanan, dan akhirnya, kemenangan.

Langkah Pertama: Ketika Harapan Hampir Padam (dan Keajaiban Terjadi 3 Hari Kemudian)

Tahun 2021 menjadi gerbang perubahan. Setelah bertahun-tahun mencoba dan merasakan pahitnya kegagalan beasiswa, harapan hampir saja pupus. Namun, alam semesta memiliki naskah terbaiknya sendiri. Sebuah email tiba, mengumumkan kelolosan!

Sayangnya, kegembiraan itu segera dibayangi tantangan nyata: Uang Kuliah Tunggal (UKT) harus dibayar dalam waktu tiga hari, sementara dana masih nol. Waktu adalah musuh, dan kepanikan tak terhindarkan.

Dengan penuh kegelisahan, jalan satu-satunya adalah meminjam dari koperasi. Di sinilah kekuatan relasi dan kepedulian berbicara. Dengan bantuan seorang atasan yang benar-benar peduli, pinjaman disetujui di menit-menit krusial. Kurang dari dua jam sebelum deadline ditutup, dana cair, pembayaran dilakukan, dan status mahasiswa resmi aktif. Rasa lega dan syukur berpadu dalam keharuan. Perjuangan telah dimulai.

Ujian Tak Terduga: Kelas Daring Penuh Tawa, Ayam Berkokok, dan Rindu Tatap Muka

Tak lama setelah perkuliahan dimulai, pandemi Covid-19 memaksa dunia pendidikan beradaptasi total. Ruang kelas beralih ke Zoom dan Google Meet.

Perkuliahan daring adalah ujian fokus dan konsistensi. Siapa yang tak pernah mengalami koneksi internet yang putus di tengah penjelasan penting? Atau, suara latar yang tiba-tiba hadir: tangisan anak, dering telepon, bahkan suara ayam berkokok yang ikut 'berdiskusi'? Momen-momen tak terduga ini, meski menguji kesabaran, justru menjadi selingan penuh tawa, membawa keunikan tersendiri dalam ruang belajar yang serba terbatas.

Setiap hari adalah perjuangan mempertahankan konsentrasi dari sudut kecil di rumah. Ini adalah masa di mana disiplin diri menjadi kurikulum utama yang tidak tertulis.

Disertasi: Tiga Kali Ganti Topik dan Kabar Duka yang Mengguncang

Memasuki semester tiga, tantangan sesungguhnya tiba: Disertasi.

Menemukan topik yang tepat terasa seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Tiga kali topik diganti. Setiap perubahan memicu gelombang frustrasi dan pertanyaan, "Sanggupkah aku?" Namun, azzam yang telah diikrarkan di Kediri kembali menjadi kompas. Ia memilih topik yang sangat relevan: Keterikatan Mahasiswa terhadap Umpan Balik Pembimbing Skripsi.

Saat penelitian mulai berjalan mulus, takdir menguji kembali. Kabar duka tiba: pembimbing pertama meninggal dunia. Dunia seakan runtuh seketika.

Dalam kepedihan yang mendalam, dukungan keluarga dan doa menjadi jangkar. Pembimbing baru segera ditunjuk, dan perjalanan dilanjutkan dengan hati yang lebih tabah. Episode ini mengajarkan bahwa perjuangan akademik adalah juga perjalanan emosional dan spiritual.

Publikasi Scopus: Ditolak Puluhan Kali, Diterima Satu Kali, Hidup Berubah

Inilah gunung tertinggi dalam program doktor: Publikasi Jurnal Internasional Terindeks Scopus. Syarat mutlak kelulusan.

Dari enam pertanyaan penelitian, lima artikel berhasil ditulis. Namun, menembus jurnal internasional adalah medan perang. Puluhan kali artikel itu kembali dalam wujud email penolakan. Setiap penolakan membawa rasa kecewa yang menusuk, tetapi juga membangkitkan semangat baru untuk merevisi dan mencoba lagi.

Keyakinan dan kerja keras tak pernah mengkhianati. Akhirnya, sebuah email yang ditunggu-tunggu tiba dari Jurnal Scopus Q1 dan Q2. Artikel diterima! Meskipun harus melalui revisi panjang, keberhasilan itu adalah validasi sejati bahwa ketekunan adalah mata uang yang paling berharga.

Beberapa bulan kemudian, artikel kedua bahkan diterima di jurnal Q2 di Malaysia. Gerbang menuju pengakuan ilmiah telah terbuka lebar.

Puncak Kemenangan: Sidang Terbuka dan Air Mata Cum Laude

Sidang terbuka adalah babak penutup yang manis. Dalam persiapan yang singkat dan penuh lelah, kebahagiaan tak dapat disembunyikan.

Ketika Dewan Penguji mengumumkan keputusan: LULUS dengan predikat Cum Laude, air mata yang selama ini tertahan akhirnya mengalir deras. Semua memori terputar: obrolan kantin sepuluh tahun lalu, pinjaman koperasi yang mendebarkan, kelas daring yang penuh tantangan, hingga perjuangan revisi jurnal.

Semua terbayar lunas. Janji di Kediri telah terpenuhi, bahkan melampaui ekspektasi.

Pesan Penting: Mimpi Besar Dimulai dari Azzam yang Sederhana

Kisah ini lebih dari sekadar meraih gelar doktor. Ini adalah persembahan tentang kekuatan doa, kerja keras tanpa henti, dan kesabaran yang tak terbatas. Setiap rintangan yang muncul bukanlah penghalang, melainkan cetakan karakter yang membuat seseorang menjadi lebih kuat.

Untuk Anda yang sedang berjuang meraih mimpi, ingatlah pesan ini:

Jangan pernah menyerah, bahkan ketika jalan terasa buntu dan harapan hampir padam. Mimpi besar dimulai dari azzam yang sederhana, dan dengan keyakinan, doa, serta usaha yang konsisten, tidak ada yang mustahil.

Percayalah, di setiap ujung perjalanan penuh tantangan, selalu ada keindahan yang menanti.

Jangan pernah berhenti bermimpi, karena Allah selalu punya rencana terbaik untuk setiap perjuangan yang tulus.

Posting Komentar untuk "Rahasia Sukses: Dari Obrolan Kantin Sederhana, Menaklukkan Scopus, Kehilangan dan Raih Gelar Doktor Cum Laude!"